ASAL USUL BAHASA
Bahasa menurut teori Yo-He-Ho adalah berasal dari bunyi yang dihasilkan oleh sekumpulan manusia ketika berkerja sama melakukan sesuatu. Bunyi wujud dengan tidak sengaja akibat penggunaan tenaga dan hembusan udara, seperti mengangkat rumah, pokok, batu, ucapan tertentu. Wujud karena gerakan otot dan pita suara bergetar lalu terciptalah ucapan khusus. Bunyi itu bekembang dan akhirnya menjadi kata yang bermakna, seperti bunyi hourse, left, angkat. Konsep bunyi yang dikemukakan dalam teori ini dapat menerangkan kejadian vokal dan konsonan dalam ujaran. Bahasa pertama lahir akibat dari kegitan sosial dan tujuan utamanya untuk berkomunikasi antara manusia dalam budaya tertentu.
Ditinjau dari segi sejarah F.de Saussure (terjemahan Wade Bastian, 1974:1) mengatakan bahwa sejarah bahasa dapat dibagi atas tiga tahap perkembangan yakni:
a. Tahap Grama. Studi ini diusahakan oleh orang-orang Grika yang kemudian dilanjutkan oleh ahli-ahli Prancis. Tahap ini lebih banyak memberikan aturan dalam bahasa, mana yang benar/salah, normatif dan terbatas.
b. Tahap Filogi. Diusahakan oleh orang-orang Alexandria misalnya Frienrich August Wolf bahasa bukan objek.
c. Tahapan perbandingan atau yang biasa disebut comparative philogi. Pada tahap ini para ahli memperbandingkan bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Misalnya Franz Bopp dalam buku Uberdas Conjugation System der Sanskrit Spraehe memperbandingkan bahasa sanskrit, Jerman, Grika dan lain-lain.
Agar kita mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang perkembangan terjadinya bahasa ada beberapa priode yang dikemukakan Syaf Sulaiman (1973).
1. Priode Permulaan
Priode ini awal dicirikan oleh faktor logika yang menjadi tumpuhan analisis. Priode ini dibagi atas :
a) Masa India\
Di India piagam-piagam Asoka dianggab dokumen tertulis yang tertua. Meskipun di India tulis-menulis telah dikenal, tetapi cara belajar yang disampaikan secara lisan masih berlanjut sampai awal abad ke 19.
Abjad yang digunakan ialah abjad brahm yaitu menurut Buchler telah ada sejak abad ke-5 SM. Abjad ini menurut dugaan diciptakan oleh kaum Brahmana yang cerdik dan terdiri dari 46 huruf yang kemudian oleh Panini diambil sebagai dasar untuk memahami tata bahasanya.
b) Masa Yunani
Orang Yunani mempersoalkan mengapa terjadi peristiwa-peristiwa tersebutl. Hal itu tidaklah mengherankan karena mereka yang bergerak dalam bahasa pada waktu itu adalah filosof, maka pandangan mereka terhadap bahasa tentu bertitik tolak dari filsafat.
Plato yang terkenal dengan percakapan yang berjudul Kratylos atau Cratylus mempersoalkan hubungan antara lambang dan acuhannya. Socrates (460-399 SM) berpendapat bahwa lambang harus sesuai dengan acuhan. Aristoteles (348-322 SM) berpendapat hubungan antara lambang dan acuhan adalah bersifat konvesional (permufakatan masyarakat pemakai bahasa).
Di atas telah dikatakan bahwa pandangan mereka tentang bahasa dilihat dari segi filsafat. Merekapun telah mempersoalkan kelas kata. Plato membaginya atas onoma (nomen) dan rhema (verbum). Oleh Aristoteles pembagian ini dijadikan tiga yakni onama, rhema dan syndesmoi.
Oleh kaum Stoa yang berkembang pada awal ke-4 SM, kelas-kelas kata di atas diperluas menjadi empat, nomen, verbum, syndesmoi, dan arthron (kata sandang).
c) Masa Romawi
Tokoh Romawi yang secara hati-hati membahas bidang lingustik bahasa latin ialah Varro (116-27 SM). Varro mengarang sebuah buku yang berjudul De Lingua Latina yang terdiri dari 25 jilid. Selain Varro masih ada ahli bahasa yang hidup pada waktu itu yang dapat diminta keterangannya ialah Priscia yang kemudian dikenal sebagai peletak dasar tata bahasa.
d) Masa Pertengahan
Pada masa pertengahan itu, perhatian lebih banyak ditunjukan kepada bahasa Romawi meskipun kerajaan Romawi telah lenyap. Tujuan ahli tata bahasa pada waktu itu ialah mencari persesuaian antara peristiwa-peristiwa bahasa dan prinsip teori yang telah disusun terlebih dahulu.
Pada masa pertengahan ini ada dua hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan perkembangan linguistik. Kedua hal itu ialah munculnya kaum modistate dan tata bahasa spekulatif.
e) Masa Renaissance
Kata renaissance berhubungan dengan kata renaiture yang bermakna lahir kembali. Renaissance adalah awal masa kehidupan kembali usaha mempelajari zaman kuno (Yunani dan Romawi) baik mengenai kesenian, filsafat, sastra yang lahir pada awal abad ke-16 dan 17. Berbicara tentang renaissance ada dua hal uang merupakan kebanggaan yakni:
1) Tuntunan terhadap manusia untuk menjadi homo trilinguis (menguasai bahasa yunani, Latin dan Ibrani).
2) Bahasa-bahasa di luar Eropa mendapat perhatian dan di perbandingkan dengan kata lain timbul hasrat untuk mempelajari bahasa daerah bahkan kitab Injil yang ditulis dalam bahasa Yunani dan Ibrani diterjemahkan ke dalam bahasa daerah. Ini membawa konsekuensi kepada pemikiran masalah kekeluargaan bahasa. Sarjana yang terkenal memikirkan kekeluargaan bahasa pada waktu itu ialah Josephus Justru Soaliger (1540-1609) berpendapat bahwa di Eropa terdapat bahasa induk diantaranya yang besar yakni, Yunani, Jerman, Romawi, dan Slavia.
2. Priode Perkembangan
Pada priode perkembangan bahasa harus diselidiki sebagai bahasa, jadi nilai ada pemikiran untuk menjadikan linguistik sebagai ilmu yang otonom. Bahasa dipelajari sebagai objek dan sebagai alat.
a) Abad Ke-18
Abad ke-18 biala age of realon atau age of English tenment, dimana pikiran sangat didewa-dewakan. Segala sesuatu dilihat dari segi akal, rasio, bahkan abad ke-18 dianggab sebagai abad kemenangan akal terhadap kepercayaan
b) Abad Ke-19
Abad ke-19 dianggab sebagai abad mulainya majunya lingustik, terutama mengenai lingustik history komprative. Meskipun perhatian orang hanya tertuju pada bahasa-bahasa tertulis orang sudah mempersoalkan asal-usul bahasa.
Untuk mengetahui garis pekembangan linguistik pada abad ke-19 kita akan berbicara melewati tokoh-tokohnya, sarjana-sarjana dunia lingustik.
1) EB. Condillac (=candillac)
Pada tahun 1746 menmenyiarkan karangan yang berjudul Essai Sur’ul Originale des Connoisances Humanies yang memperdebatkan bahasa. Dia berpendapat bahwa bahasa asal mula bahasa berpangkat pada bunyi-bunyi alamiah berupa teriakan karena emosi yang kuat. Teriakan ini dihubungkan dengan perasaan sederhana yang menyertainya yang kemudian menjadi bunyi bermakna karena selalu diulang. Oleh karena terlalu banyak hal yang ingin dinyatakan pembicara, maka bunyi itupun makin banyak jumlahnya.
2) John Gotfried Herder (1744-1804)
Mengemukakan teori baru tentang asal mula bahasa, herder menyatakan bahwa bahasa tak mungkin berasal dari tuhan karena bahasa terlalu buruk dan tidak sesuai dengan logika. Baginya bahasa merupakan suatu dorongan yang berakar dari kesadaran dan kecerdasan manusia. Karena kecerdasan dan kesadaran itulah maka manusia dapat meniru dan berbagai bunyi untuk menyertai kesan, gerak dan emosi. Bahasa manusia berupa nyanyian, jadi terdiri segala bunyi yang langsung atau tidak langsung dari bunyi yang ada disekitarnya.
3) Kaum 80an dan Sesudahnya
Empat puluh tahun setelah “Kaum 80an” (lingustik 1870-1888) aliran baru yang menamakan dirinya kaum Neogrammatici (Yunggrammatiker/aliran Leipzig) sebagai hasil polemik antara Karl Brugmam dengan Catius. Tokoh yang Yunggrammatiker adalah K. Brugmam (1849-1919), H. Osthoff, H. Leskien, Deibruek, Herman, Paul dan Wilhelm Scheren.
Pada waktu itu para sarjana tidak memperhatikan lagi persoalan asal mula bahasa, bahkan asal mula akhiran. Perhatian ditujukan kepada persoalan tata bahasa tiap bahasa yang mereka kenal.
3. Periode Pembaharuan
a. F. De Saurre (lingustik dari Geneva Swiss ini)
Lebih terkenal karena hukumnya “Cours de Lingustique General (1916)” (Inggris = Course in general lingustics) yang merupkan rangkaian kuliahnya antara tahun 1906-1911. Berdasakan konsep-konsepnya, F. de Saussuro sering terjadi disebut sebagai Bapak Linguistik Modren.(Maafried Brierwisch: 1971: 15 : Wado Baskin: 1974: XI).
Konsep Tingkatan diachrroniku (tingkah diagronis) dan lingustik, synehronqu (linguistik singkronie). Kata diakroni (Yunani : dia = melalui khronos = waktu, masa) linguistics diakronis ialah sub disiplin linguistik yang menyelidiki perkembangan suatu bahasa dari masa ke masa. Sedangkan linguistik singkronis mempelajari bahasa tanpa mempersoalkan urutan waktu.
b. Konsep la Langue, la Parole, le Langage
F. de Saussure membagi data linguistik atas tiga kategori yakni langue (Inggris: language), parole (Inggris : Speech) dan langage (Inggris: linguistic disposition).
Langage berarti bahasa pada umumnya, langue berarti ucapan tertentu, misalnya dalam bahasa Indonesia, Belanda, Gorontalo dan sebagainya. Kata Inggris language dan langue dalam bahasa Prancis. Sedangkan kata parole berarti logat, ucapan, tuturan. Dalam linguistik, parole merupakan objek kongkrit linguistik, langue merupakan objek yang lebih abstrak, sedangkan langage merupakan objek yang paling abstrak.
c. L. Bloomfield
Kalau F. De Saussure melihat bahasa yang sebagai bahasa yang kemudian melahirkan istilah-istilah langue, langage, patole, maka Bloomfield melihat bahwa apa yang kita ucapkan pasti mempunyai struktur, misalnya kalau kita berkata rumah, maka strukturnya adalah R-U-M-A-H dan bukan M-A-R-U-H atau H-A-M-U-R.
d. Noam Chomsky
Dalam bukunya yang kedua, Chomsky menyatakan bahwa tata bahasa terdiri dari tiga komponen, yakni komponen sintaksis, semantik dan fonologi. Tujuan penelitian bahasa yakni penyusunan tata bahasa objek. Bagi Chomsky (1960) tata bahasa merupakan sistem kaidah yang menghubungkan bunyi dan arti.
4. Referensi
1. http//:mudjiarrahardjo.com/artikel/160asal-usulbahasa-sebuahtinjauan filsafat-1.html.
2. Mansoer Pateda. Lingustik (Sebuah Pengantar), Bandung: Angkola, 1988
3. Samsuri. Analisa Bahasa, Jakarta: Erlangga, 1994.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar